matematika realistik

Diskusi Yuuk! | Pengunduhan | FAQ | Buku Tamu
Advertisement
PEMBELAJARAN
Beranda
Paedagogi
Mengenal Siswa
Tentang Sejawat
Inspirasi
KEPROFESIAN
Standar Kompetensi
Sertifikasi Guru
Profesionalisme
ANEKA RUJUKAN
Kepala Sekolah
KTSP
Penelitian Tindakan Kelas
IQ/EQ/SQ
Undang-undang
REHAT
Serbaneka
Resonansi
Canda Guru
Ruang Baca
Guru Berbicara
Oase
Info Depdiknas
Buku Teks
Renstra 2005-2009
Sekilas Info
Login
Username

Password

Remember me
Lost Password?
No account yet? Register
Ihwal Portal Guru
Tentang Kami
Hubungi Kami
Beranda arrow Paedagogi arrow Matematika-Umum arrow Matematika Realistik: Apa dan Bagaimana?
Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah - Kahlil Gibran

Matematika Realistik: Apa dan Bagaimana? PDF Print
Abstrak: Dalam pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan tempat mengaplikasikan konsep. Siswa mengalami kesulitan matematika di kelas. Akibatnya, siswa kurang menghayati atau memahami konsep-konsep matematika, dan siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran Matematika Realistik (MR). Karakteristik RME adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment). Berkaitan dengan hal itu, tulisan ini bertujuan untuk memaparkan secara teoretis pembelajaran matematika realistik, pengimplementasian pembelajaran MR, serta kaitan antara pembelajaran MR dengan pengertian. Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Dengan demikian, pembelajaran Matematika Realistik akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.

Kata kunci: matematika realistik, dunia nyata, rekonstruksi konsep matematika, model-model, interaktif.

1. Pendahuluan
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara (TIMSS,1999). Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.

Jenning dan Dunne (1999) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna (Soedjadi, 2000; Price,1996; Zamroni, 2000). Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika

Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat penting dilakukan. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran Matematika Realistik (MR). Pembelajaran MR pertama kali dikembangkan dan dilaksanakan di Belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian siswa.

Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan secara teoretis pembelajaran matematika realistik, pengimplementasian pembelajaran MR, serta kaitan antara pembelajaran MR dengan pengertian.

2. Kajian Teori

2.1 Realistic Mathematics Education (RME)

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar, 2000). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.

Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (1991), yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematik. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian. Kedua jenis matematisasi ini mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai sama (Van den Heuvel-Panhuizen, 2000) .

Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, emperistik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin. Kedua jenis matematisasi tidak digunakan. Pendekatan emperistik adalah suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horisontal. Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

2.2 Karakteristik RME

Karakteristik RME adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998).


2.2.1 Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”

Gambar berikut menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus di mana “dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.

Image

Gambar 1 Konsep Matematisasi (De Lange,1987)

Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (“dunia nyata”), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematikan dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000)

2.2.2 Menggunakan Model-model (Matematisasi)

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal.


2.2.3 Menggunakan Produksi dan Konstruksi

Streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.


2.2.4 Menggunakan Interaktif

Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.


2.2.5 Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment)

Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.



3. Pembahasan

3.1 Matematika Realistik (MR)

Matematika Realistik (MR) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran MR di kelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi dan memakai matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah-masalah.

Karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontektual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horisontal. Cara-cara informal yang ditunjukkan oleh siswa digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematiknya ditingkatkan melalui matematisasi vertikal. Melalui proses matematisasi horisontal-vertikal diharapkan siswa dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal).


3.2 Pembelajaran Matematika Realistik (MR) Menurut Pandangan Konstruktivis

Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada: (1) pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, (2) dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa, (3) informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya, dan (4) pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.

Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998). Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio (socio-constructivism). Siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk merespon masalah yang diberikan. Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME. Konsep ZPD dan Scaffolding dalam pendekatan konstruktivis sosio, di dalam pembelajaran MR disebut dengan penemuan kembali terbimbing (guided reinvention). Menurut Graevenmeijer (1994) walaupun kedua pendekatan ini mempunyai kesamaan tetapi kedua pendekatan ini dikembangkan secara terpisah. Perbedaan keduanya adalah pendekatan konstruktivis sosio merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat umum, sedangkan pembelajaran MR merupakan pendekatan khusus yaitu hanya dalam pembelajaran matematika.


3.3 Bagaimana Implementasi Pembelajaran MR?

Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran MR, berikut ini diberikan contoh pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Pecahan di SD diinterpretasi sebagai bagian dari keseluruhan. Interpretasi ini mengacu pada pembagian unit ke dalam bagian yang berukuran sama. Dalam hal ini sebagai kerangka kerja siswa adalah daerah, panjang, dan model volume. Bagian dari keseluruhan juga dapat diinterpretasi pada ide pempartisian suatu himpunan dari objek diskret.

Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke “situasi” informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan MR) di mana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Jadi, pembelajaran MR diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain (lihat gambar 02).

Image
Gambar 2 Penemuan dan Pengkonstruksian konsep
(Diadopsi dari Van Reeuwijk,1995)



3.4 Kaitan antara Pembelajaran MR dengan Pengertian

Kalau kita perhatikan para guru dalam mengajar matematika senantiasa terlontar kata “bagaimana, apa mengerti ?” Siswa pun biasanya buru-buru menjawab mengerti atau sudah. Siswa sering mengeluh seperti berikut, “Pak ... pada saat di kelas saya mengerti penjelasan Bapak, tetapi begitu sampai di rumah saya lupa”, atau “Pak ... pada saat di kelas saya mengerti contoh yang Bapak berikan , tetapi saya tidak bisa menyelesaikan soal-soal latihan”

Apa yang dialami oleh siswa pada ilustrasi di atas menunjukkan bahwa siswa belum mengerti atau belum mempunyai pengetahuan konseptual. Siswa yang mengerti konsep atau mempunyai pengetahuan konseptual dapat menemukan kembali konsep yang mereka lupakan.

Mitzel (1982) mengatakan bahwa, hasil belajar siswa secara langsung dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna atau terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi maka siswa akan mendapatkan suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan pengajaran matematika. Karena tanpa pengertian orang tidak dapat mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses. Dengan kata lain, matematika dimengerti bila representasi mental adalah bagian dari jaringan representasi (Hiebert dan Carpenter , 1992).

Umumnya, sejak anak-anak orang telah mengenal ide matematika. Melalui pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari mereka mengembangkan ide-ide yang lebih kompleks, misalnya tentang bilangan, pola, bentuk, data, ukuran dsb. Anak sebelum sekolah belajar ide matematika secara alamiah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa datang ke sekolah bukanlah dengan kepala “kosong” yang siap diisi dengan apa saja. Pembelajaran di sekolah akan menjadi lebih bermakna bila guru mengaitkan dengan apa yang telah diketahui anak.

Pengertian siswa tentang ide matematik dapat dibangun melalui sekolah, jika mereka secara aktif mengaitkan dengan pengetahuan mereka. Hanna dan Yackel (NCTM, 2000) mengatakan bahwa belajar dengan pengertian dapat ditingkatkan melalui interaksi kelas. Percakapan kelas dan interaksi sosial dapat digunakan untuk memperkenalkan keterkaitan di antara ide-ide dan mengorganisasikan pengetahuan kembali.

Pembelajaran MR memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik dalam masalah memungkinkan siswa menggunakan cara-cara informal untuk menyelesaikan masalah. Cara-cara informal siswa yang merupakan produksi siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan pengkonstruksian konsep. Hal ini berarti informasi yang diberikan kepada siswa telah dikaitkan dengan skema (jaringan representasi) anak. Melalui interaksi kelas keterkaitan skema anak akan menjadi lebih kuat sehingga pengertian siswa tentang konsep yang mereka konstruksi sendiri menjadi kuat. Dengan demikian, pembelajaran MR akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.


4. Simpulan dan Saran

Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai simpulan dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut.

Matematika Realistik (MR) merupakan matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran MR menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horisontal-vertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain, pembelajaran MR berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics), sehingga siswa belajar dengan bermakna (pengertian).

Pembelajaran MR berpusat pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator, sehingga memerlukan paradigma yang berbeda tentang bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, dan apa yang dipelajari oleh siswa dengan paradigma pembelajaran matematika selama ini. Karena itu, perubahan persepsi guru tentang mengajar perlu dilakukan bila ingin mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik.

Sesuai dengan simpulan di atas, maka disarankan: (1) kepada pakar atau pencinta pendidikan matematika untuk melakukan penelitian-penelitian yang berorientasi pada pembelajaran MR sehingga diperoleh global theory pembelajaran MR yang sesuai dengan sosial budaya Indonesia, dan (2) kepada guru-guru matematika untuk mencoba mengimplementasikan pembelajaran MR secara bertahap, misalnya mulai dengan memberikan masalah-masalah realistik untuk memotivasi siswa menyampaikan pendapat.


Pustaka Acuan

Atwel, Bleicher & Cooper.1998. “The Construction of The Social Contex of Mathematics Clasroom : A Sociolonguistic Analysis”. Dalam Journal for Research in Mathematics Education. Vol 29 No.1 January 1998.hal 63-82

Cinzia Bonotto. 2000. Mathematics in and out of school : is it possible connect these contexts ? Exemplification from an activity in primary schools. http://www.nku.edu/~sheffield/bonottopbyd.htm

Cobb,Yackel & Wood.1992.”A Constructivist Alternative to The Representational View of Mind in Mathematics Education”. Dalam Journal for Research in Mathematics Education. Vol.23. No.1 January 1992. hal. 2-33 .

Davis. 1996. "One Very Complete View (Though Only One) of How Children Learn Mathematics " Dalam Journal for Research in Mathematics Education Vol.27. No.1 January 1996. hal. 100-106

De Lange. 1987. Mathematics Insight and Meaning. OW & OC. Utrecht

Ernest,P. 1991. The Philosopy of Mathematics Education. London : Falmer Press

Gravemeijer. 1994. Developing Realistics Mathematics Education. Freudenthal Institute. Utrecht.

Hiebert,J & Thomas Carpenter. 1992. “Learning and Teaching With Understanding” Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. New York : Macmillan

Jennings, Sue & R, Dunne.1999. Math Stories,Real Stories, Real-life Stories. http://www.ex.ac.uk/telematics/T3/maths/actar01.htm.

Mitzel, H.E. 1982. Encyclopedia of Educational Research (Fifth Ed). New York : Macmillan

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. USA : NCTM

Price,J. 1996. “President’s Report : Bulding Bridges of Mathematical Understanding for All Children” . Dalam Journal for Research in Mathematics Education. Vol.27. No.5 November 1996. hal. 603-608

Soedjadi. 2000. “Nuansa Kurikulum Matematika Sekolah Di Indonesia”. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konperensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000)

Slavin,R. 1997. Educational Psychology Theory and Practice. Fifth Edition. Boston : Allyn and Bacon.

Slettenhaar. 2000. “Adapting Realistic Mathematics Education in the Indonesian Context”. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konperensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000

Streefland,L. 1991. Realistic Mathematics Education in Primary School. Freudenthal Institute. Utrecht.

Taylor.1993."Vygotskian Influences in Mathematics Education With Particular Refrences to Attitude Development". Dalam Jurnal Focus on Learning in Mathematics.Vol 15 No. 2 hal.3-17.

TIMSS. 1999. International Student Achievement in Mathematics. http://timss.bc.edu/timss 1999i/pdf/T99i_math_01.pdf

Treffers.1991. “Didactical Background of a Mathematics Program for Primary Education”. Dalam Realistic Mathematics Education in Primary School. Freudenthal Institute. Utrecht.

Van den Heuvel-Panhuizen. 1998. Realistic Mathematics Education Work in Progress. http://www.fi.nl/

......2000. Mathematics Education in the Netherlands a Guided Tour. http://www.fi.uu.nl/en/indexpulicaties.html.

Van Reeuwijk, Martin. 1995. The Role of Realistic Situations in Developing Tools for Solving Systems of Equations. www.fi.uu.nl/en/indexpublicaties/3781.pdf

Wilson, Teslow, Taylor.1993. “Instruction Design Perspectives on Mathematics Education With Refrences to Vygotsky's Theory of Social Cognition”. Focus on Learning Problem in Mathematics.Vol 15.No 2 &3. hal. 65-84

Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : Bigraf Publishing


I Gusti Putu Suharta, Dosen Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Negeri Singaraja

Sumber: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 38, Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang - Depdiknas

,

< Sebelumnya Berikutnya >
[ Kembali ]
Portal ini dikelola oleh eklasika dengan menggunakan Joomla!
Category: 0 komentar
FUNGSI DAN TURUNAN

Sebuah pesawat membawa perang membawa awaknya untuk di kirim ke tempat yang dituju. Misalkan jarak s yang ditempuh setelah t detik adalah s = 10t2. Dari informasi ini dapatkah kita menghitung kecepatan pesawat saat t = 1 detik, 2 detik, 3 detik dst? Dengan mempelajari turunan fungsi aljabar, pertanyaan tersebut dapat kita jawab.
A. Turunan Fungsi Aljabar








Ringkasan Materi




1. Tentukan turunan pertama dari
Penyelesaian
Cara 1 Cara 2
2. Diketahui
Penyelesaian
Latihan 1


A. Pilihlah jawaban yang paling tepat
1. Diketahui fungsi , tentukan f 1(x).
2. Sebuah benda bergerak sepanjang lintasan dalam waktu t detik. Panjang lintasan s meter ditentukan dengan rumus s = t3 + 2t2 + t +1. Nilai adalah.....
3. Turunan pertama dari fungsi f yang ditentukan oleh (UAN 1996)
4. (UAN 1995)
5. Diketahui (UAN 1996)
6. Ditentukan Jika , maka nilai x haruslah........(SPMB 1995)


7. Diketahui f I(8) = 8. Diantara fungsi berikut yang mempunyai nilai turunan tersebut adalah.....
8. Jika
9. Jika
10. Jika

B. Kerjakan soal-soal berikut dengan tepat.
1. Diberikan rumus
Dengan menggunakan rumus di atas tentukan turunan fungsi-fungsi di bawah ini.
2. Tentukan hasil turunan dari fungsi-fungsi berikut:
3. Jika
4. Jika
5. Sebuah partikel bergerak sejauh s meter dalam waktu t detik dirumuskan dengan Tgentukan kecepatan partikel tersebut pada saat t = 3







B. Persamaan garis singgung pada kurva
Menentukan turunan dari suatu fungsi sama artinya dengan menentukan persamaan garis singgung dari suatu kurva. Masalah tentang garis singgung pada kurva ini sudah dibicarakan para ahli matematika sejak zaman ilmuwan besar Yunani, Archimedes (287 – 212 SM). Selanjutnya di abad ke-17 ilmuawan terkenal Newton mengembangkan teori yang kemudian kita kenal sekarang dengan kalkulus.

Ringkasan Materi


1. Gradien garis singgung pada kurva y = f (x) di titik P(a, f (a)) adalah
2.
f (a + h) f))
(a + h)
f (a)
a
P(a , f (a))
y = f (x)
g
Garis singgung
Q (a + h, f (a + h))
R
x
y
0
Garis Singgung Pada Kurva
y = f (x) di x = aPersamaan garis singgung di titik (a, b) pada kurva y = f (x) adalah























1. Tentukan persamaan garis singgung pada parabol
Penyelesaian
Persamaan garis singgung melalui (2, 12) dengan gradien = 22 adalah.
2. Tentukan persamaan garis singgung yang menyinggung parabol y = - x2 dan sejajar dengan garis
Penyelesaian
Garis
Karena sejajar dengan garis singgung parabol maka
Persamaan garis singgung yang melalui (2, -4) adalah:
Jadi persamaan garis singgungnya adalah y = - 4x + 4


Latihan 2



A. Pilihlah jawaban yang tepat.
1. Persamaan garis singgung di titik (1,-1) pada kurva adalah.............(SPMB 1995)
2. Persamaan garis singgung kurva di titik berabsis 1 adalah....
3. Persamaan garis singgung di titik (-3,4) pada lingkaran adalah......
4. Garis singgung pada kurva di titik yang berabsis 4 akan memotong sumbu X di titik .....
5. Jika garis lurus y = 2x + 1 menyinggung parabol , maka nilai m sama dengan .............
6. Persamaan garis singgung pada kurva di titik yang berabsis 1 adalah............(UAN 1997)

7. Garis yang menyinggung parabol adalah......
8. Koordinat titik pada kurva dimana garis singgungnya tegak lurus pada garis 2x – y = -2 adalah.....
9. Persamaan garis singgung pada parabol y2 = 16x yang tegak lurus garis x + y + 3 = 0 adalah...........
10. Gradien dari kurva pada absis 4 adalah............
B. Kerjakan soal-soal berikut dengan tepat
1. Tentukan gradien dari kurva di titik (3,-2).
2. Tentukan persamaan garis singgung kurva dengan syarat:
a. Tegak lurus dengan garis y = 4x + 2.
b. Sejajar dengan garis y = 4x + 2.
3. Tentukan persamaan garis singgung kurva jika garis tersebut sejajar dengan garis 6y = x + 4.


C.
Bagaimana menyelesaikan soal seperti yang tertera di papan? Sebenarnya tidak sulit, lho! Asal kita tahu caranya. Bagaimana? Kita pelajari dulu subbab ini. Ok......Rumus Turunan Fungsi
Ringkasan Materi





Terkadang sukar bagi kita untuk mencari turunan dari suatu fungsi aljabar. Berikut ini adalah beberapa rumus yang dapat memudahkan kita dalam memecahkan masalah tersebut.
1. Tentukan turunan dari
Penyelesaian
2. Jika f’ (x) adalah tutunan pertama dari , tentukan f I (x). Kemudian tentukan f I (0).
Penyelesaian
diketahui a = 2, b = -1, c = 1 dan d = 2
Dengan rumus
Jadi
Latihan 3


A. Pilihlah jawaban yang tepat.
1. Turunan pertama dari fungsi adalah..........
2. Jika
a. 9 b. 8 c. 7 d.6 e. 5
3. Diketahui
4. Turunan pertama dari adalah......
5. Diketahui
6. Diketahui . Jika adalah turunan pertama dari f (x), nilai f I(-2) adalah..........(UAN 1996)
a. – 40 b. – 26 c. – 22 d. 22 e. 19 atau 14
7. Diketahui
8. Turunan pertama fungsi adalah . Nilai dari f I(1)=......(UAN 2001)
a. 18 b. 24 c. 54 d. 162 e. 216
9. Turunan pertama fungsi adalah..... (UAN 2001)
a. 0,000024 b. 0,00024 c. 0,0024 d. 0,0024 e. 0,24
10. Turunan fungsi adalah.......
B. Kerjakan soal-soal berikut dengan tepat
1. Tentukan turunan pertama dari fungsi
2. Tentukan turunan pertama fungsi
3. Dengan menggunakan rumus turunan hasil kali dua fungsi, tentukan turunan fungsi-fungsi berikut.
4. tentukan nilai x yang memenuhi.
5. tentukan turunan

D. Turunan Fungsi Trigonometri
Ringkasan Materi

Misalkan u adalah fungsi x yang dapat didefinisikan, maka:

1. Carilah jika f (x) = 5 cos x 2. Tentukan turunan pertama dari
Penyelesaian Penyelesaian
= -5 sin x
2. Diketahui adalah turunan pertama dari f (x). Tentukan
Penyelesaian

Latihan 4

A. Pilihlah jawaban yang tepat.
1. Jika
2.
3. Turunan pertama adalah....
4. Turunan pertama fungsi f (x) = 5 sin x cos x adalah............(UAN 1996)
5.
6. Apabila
7. Diketahui fungsi adalah turunan pertama dari f (x), maka =........(UAN 1998)
8. Jika
a. 2 b. 1 c. 0 d. -2 e. -1


9. Turunan pertama fungsi adalah.............(UAN 1997)
10. Diketahui y = tan 4x. =.....
11. Turunan pertama dari (UAN 1996)
12. Apabila . =...
13.
14. Jika
15.




E.
Ringkasan MateriGrafik Fungsi Aljabar


1. Pengertian fungsi naik dan fungsi turun
b. Jika dalam fungsi memenuhi didapat , fungsi dikatakan naik.
c. Jika dalam fungsi memenuhi didapat , fungsi dikatakan turun.
2. Suatu fungsi kontinu f (x) dalam suatu interval tertentu dikatakan:
a. Fungsi naik jika
b. Fungsi turun jika
3. Nilai stasioner
Syarat fungsi f (x) mencapai stasioner adalah = 0
Jika , f (a)merupakan nilai stasioner f pada x = a
4. Nilai maksimum dan nilai minimum
a. Nilai maksimum atau minimum fungsi f dalam suatu interval tertutup belum tentu sama dengan nilai balik maksimum atau minimum.
b. Nilai maksimum atau minimum fungsi f dalam interval tertutup dapat diperoleh dari dua kemungkinan, yaitu nilai stasioner fungsi f dan nilai fungsi pada ujung-ujung interval tertutup itu.
5. Menggambar grafik fungsi aljabar
Langkah-langkah
a. Tentukan titik potong grafik dengan sumbukoordinat
b. Tentukan titik stasioner dan jenisnya; titik balik maksimum, titik balik minimum, atau titi balik stasioner.
c. Tentukan nilai x – dan x +

1.



+ + + + + - - - - - - - + + + + +
-3 1
f (x) naik pada interval x < -3 atau x > 1
f (x) naik pada interval -3 < x < 1Tentukan interval x agar f (x) naik dan interval x agar f (x) turun, jika diketahui
Penyelesaian
2. Tentukan nilai maksimum dan minimum
Penyelesaian
Syarat stasioner:
3. Sebutir peluru ditembakkan ke atas. Tinggi yang dicapai peluru dalam waktu t detik adalah h meter dan dirumuskan dengan h(t) = 160 t – 4t2. Tentukanlah:
a. t agar h mencapai maksimum
b. tinggi h maksimum



+ + + 0 - - - -
20Penyelesaian
Syarat maksimum
Tinggi maksimum adalah
h (20) = 160 (20) – 4 (20)2
= 1.600 meter

Latihan 5

1. Tentukan nilai dan jenis stasioner dari:
a. c. f (x) =
b. d.
2. Tentukan ukuran persegi panjang yang mempunyai luas terbesar jika diketahui keliling persegi panjang tersebut 40 cm!
3. Dari karton seluas 300 cm2 harus dibuat suatu kotak tanpa tutup, dengan alas berupa persegi. Tentukanlah ukuran kotak tersebut agar diperoleh volume yang terbesar, tebal karton diabaikan. Tentukan pula volume terbesarnya.







F.
Pernahkah terpikir oleh Anda, bahwa biaya produksi minimum dari sebuah pabrik mobil dapat dihitung denggan menggunakan pengetahuan tentang turunan kedua suatu fungsi?Turunan Kedua Suatu Fungsi






Ringkasan Materi


Jika diturunkan lagi terhadap x, maka akan diperoleh turunan kedua fungsi f (x) terhadap x yang ditulis dengan
Latihan 6


1. Tentukan dari fungsi-fungsi berikut:
2. Tentukan nilai stasioner, maksimum lokal, dan minimu lokal dari fungsi
3. Sebuah enda bergerak dengan lintasan yang dirumuskan oleh jika percepatannya 10 m/det2, tentukan nilai t.
4. Suatu lintasan s meter pada waktu t detik dari suatu benda yang bergerak sepanjang garis lurus dengan rumus
a. Hitunglah panjang lintasan pada t = 1 dan t = 3
b. Tentukan kecepatan rata-rata untuk t = 1 dan t = 3
c. Tentukan t jika kecepatannya 0
d. Hitunglah kecepatannya, jika percepatannya 0
Category: 0 komentar